gibran-tantangan-toleransi-dan-identitas-kota-solo-di-tengah-stigma-tiongkok

yanomami – Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, baru-baru ini bercerita tentang pengalamannya selama menjabat sebagai Wali Kota Solo, yang sering kali mendapat kritik dan protes keras dari sebagian masyarakat. Salah satu isu yang paling kontroversial adalah cap yang melekat pada Kota Solo sebagai “cabang Tiongkok” dan “antek-antek China”.

Gibran mengungkapkan bahwa selama menjabat sebagai Wali Kota Solo, ia sering kali mendapat protes dari masyarakat karena memasang ornamen-ornamen Imlek dan patung-patung shio sebagai simbol perayaan tahun baru masyarakat Tionghoa. Padahal, sebelumnya tidak ada protes yang signifikan dari wali kota sebelumnya. Gibran menyatakan, “Jadi kalau di Solo tiap tahun ada perayaan Imlek, dan tiap tahun dari pemerintah memasang ornamen-ornamen Imlek, patung-patung dari semua shio tapi enggak tahu ya kenapa pada saat saya menjabat banyak sekali yang protes. Padahal sebelumnya walkot sebelumnya enggak ada yang protes, jadi ini tiap hari isinya protes terus”.

Selain protes atas pemasangan ornamen Imlek, Gibran juga mengungkapkan insiden intoleransi yang terjadi di Solo. Salah satu insiden yang membuatnya miris adalah ketika anak-anak sekolah menghancurkan makam yang berornamen nasrani. “Ini sekolahnya langsung saya tutup. Murid beserta gurunya langsung saya berikan pembekalan biar tidak keterusan,” tegas Gibran.

Gibran mengakui bahwa selama menjabat sebagai Wali Kota Solo, ia sering kali mendapat cap negatif dari sebagian masyarakat. Kota Solo sering kali disebut sebagai “cabang Tiongkok” dan “antek-antek China”. Cap ini muncul karena beberapa kebijakan yang dianggap mendekatkan Solo dengan Tiongkok, termasuk dalam hal budaya dan ekonomi.

gibran-tantangan-toleransi-dan-identitas-kota-solo-di-tengah-stigma-tiongkok

Meskipun mendapat banyak protes dan cap negatif, Gibran menyatakan bahwa ia tidak mundur dari kebijakannya slot server jepang. “Ini sama juga, jadi kita mau merayakan Natal kita pasang ornamen Natal banyak yang protes juga. Tapi kalau tiap kali diprotes saya tidak mundur, justru saya bilang ke panitianya panitia Imlek, panitia Natal, tahun depan digedein aja,” sambung dia.

Dalam sambutannya di acara penutupan Sidang Raya ke-18 Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Gibran juga menyampaikan permohonan maaf karena terlambat datang ke acara. Hal ini disebabkan oleh banyaknya warga yang menyapa dan ingin berinteraksi dengannya. Gibran memilih untuk turun dari mobil dan membagikan susu serta alat sekolah di beberapa titik.

Gibran Rakabuming Raka mengisahkan pengalamannya selama menjabat sebagai Wali Kota Solo, yang penuh dengan tantangan dan protes. Cap “cabang Tiongkok” dan “antek-antek China” yang melekat pada Solo menunjukkan tingginya tingkat intoleransi dan ketidakpercayaan dari sebagian masyarakat. Namun, Gibran tetap berkomitmen untuk terus mendorong toleransi dan inklusivitas di Solo.