yanomami.net

yanomami.net – Mahkamah Agung (MA) telah mengesahkan perubahan pada syarat usia calon kepala daerah, yang kini diterapkan pada saat pelantikan. Keputusan ini merupakan respons terhadap gugatan yang diajukan oleh Partai Garuda, dan telah menarik perhatian publik terutama karena waktu pengumuman yang bertepatan dengan periode Pilkada yang mendatang.

Reaksi dari FX Hadi Rudyatmo:
FX Hadi Rudyatmo, Ketua DPC PDIP Solo, dalam sebuah wawancara yang diadakan pada tanggal 1 Juni 2024, menyatakan bahwa perubahan ini pada dasarnya dapat diterima. “Kalau itu mau dibuat berapapun silahkan, bagi saya hal yang wajar,” ucap beliau. Namun, beliau juga menyatakan keheranannya mengenai timing pengumuman keputusan ini, menunjukkan kekhawatiran tentang dampaknya pada Pilkada. “Tapi kenapa dibuat pada saat Pilkada? Itu saja pertanyaan masyarakat. Kalau saya, silahkan saja, monggo yang berkuasa di sana,” tambahnya, mengindikasikan kebingungan terhadap keputusan yang diambil.

Detail Gugatan:
Gugatan yang diajukan oleh Ahmad Ridha Sabana, Ketua Umum Partai Garuda, bersama koleganya, menantang Pasal 4 ayat 1 huruf d dari PKPU Nomor 9 Tahun 2020. Aturan yang sebelumnya menetapkan batas usia minimal 30 tahun untuk jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, serta 25 tahun untuk jabatan Bupati dan Wakil Bupati atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, dihitung sejak penetapan pasangan calon, kini diubah. Mahkamah Agung mengabulkan gugatan tersebut dan menetapkan bahwa syarat usia berlaku saat pelantikan.

Implikasi dari Keputusan:
Perubahan ini diharapkan akan membuka peluang lebih luas bagi generasi muda dalam berpartisipasi pada pemilihan kepala daerah, sejalan dengan dinamika politik yang mengarah pada keterlibatan mereka. Namun, timing pengumuman ini menimbulkan spekulasi mengenai motivasi dan dampak potensial terhadap Pilkada yang akan datang.

Keputusan Mahkamah Agung yang mengubah syarat usia calon kepala daerah menjadi berlaku saat pelantikan telah memicu diskusi dan spekulasi luas mengenai timing dan implikasi keputusan tersebut. Keputusan ini mengindikasikan sebuah pergeseran dalam regulasi pemilihan kepala daerah di Indonesia, dengan konsekuensi yang signifikan bagi dinamika politik lokal.