Dalam album Lust for Life (2017), Lana Del Rey mengubah arah. Ia mulai membuka diri pada dunia luar dan menyuarakan harapan, meskipun samar. Selama situs medusa88 bertahun-tahun, Lana membangun citra sebagai penyair cinta yang getir dan suram. Namun kali ini, ia menunjukkan bahwa ia mampu berbicara tentang masa depan—tanpa kehilangan identitas melankolisnya.
Lana memulai album dengan Love, lagu yang ia gunakan untuk menyapa generasi muda. Ia menyadari bahwa dunia tidak ideal, tetapi tetap mendorong pendengarnya untuk mencintai hidup dan menemukan makna di tengah kekacauan. Ia menulis lirik yang lembut, namun menyiratkan keberanian. Ia tidak lagi hanya meratapi cinta yang hilang, melainkan merangkul ketidaksempurnaan.
Lewat lagu Coachella – Woodstock in My Mind, Lana memperlihatkan kegelisahan yang ia rasakan saat menyaksikan kontras antara hiburan dan ketegangan global. Ia menulis lagu ini setelah menghadiri festival, lalu membaca berita tentang ketegangan politik. Ia tidak memilih diam—ia menuangkan kegundahannya dalam musik.
Dalam kolaborasi seperti Lust for Life bersama The Weeknd dan Beautiful People Beautiful Problems bersama Stevie Nicks, Lana membuka ruang dialog. Ia tidak lagi bernyanyi sendirian dalam kehampaan, tapi mengajak suara-suara lain untuk bergema bersamanya. Ia mengakui bahwa hidup bukan hanya tentang luka, tapi juga tentang saling memahami dan mencari arti.
Lana Del Rey tidak meninggalkan identitas lamanya. Ia tetap bernyanyi dengan nada sendu dan kata-kata puitis. Namun, dalam Lust for Life, ia membiarkan secercah cahaya masuk. Ia tidak menutup jendela seperti sebelumnya—ia membukanya, walau perlahan.